Nama : Hendah Lahyunita K
Kelas : 2EB08
NPM :
23211278
POSTING 11 : JURNAL ANTI MONOPOLI
UPAYA
KEBERATAN DAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN DI DALAM
PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK
SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA KARTEL
MINYAK
GORENG NOMOR 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST)
FIKRI
HAMADHANI
UNIVERSITAS
INDONESIA
Bab
3
Upaya
Hukum Keberatan Atas Putusan KPPU dan Pemeriksaan Tambahan
Didalam
pemeriksaan perkara persaingan usaha diatur mengenai upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh pelaku usaha. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
menyatakan pada ayat : (2) “Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima
pemberitahuan putusan tersebut”. Dan pada ayat (3) “Pelaku usaha yang tidak
mengajukan keberatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) dianggap menerima
putusan komisi”.
Dengan
demikian pengaturan pada ayat (2) merupakan pengaturan mengenai upaya hukum
yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang tidak puas terhadap apa yang telah
diputuskan oleh KPPU, dan pada ayat (3) adalah pengaturan tentang waktu putusan
KPPU telah berkekuatan hukum tetap. Mengenai tata cara pengajuan upaya hukum
ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2005. Disamping
upaya hukum ini, apabila para pihak merasa keberatan terhadap putusan
Pengadilan Negeri dapat mengajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung.
3.1 Upaya Hukum
Keberatan Atas Putusan KPPU.
Putusan KPPU
tidak bersifat final dan mengikat (not final and binding). Sehingga
apabila, terlapor (pelaku usaha) yang tidak puas terhadap putusan KPPU mereka
berhak untuk mengajukan keberatan melalui pengadilan negeri. Pengadilan Negeri
merupakan lembaga negara yang berwenang dalam memeriksa perkara persaingan
usaha dalam upaya keberatan atas putusan KPPU. Kewenangan ini baru didapatkan
apabila suatu perkara yang diterima terlapor (pelaku usaha) dirasa tidak adil
dan diajukan upaya hukum keberatan ke pengadilan negeri.
Mahkmah Agung
sebagai lembaga yang tertinggi dalam bidang peradilan dijajarannya mengeluarkan
peraturan suatu peraturan mengenai tata cara pengajuan upaya hukum keberatan
terhadap putusan KPPU pada tanggal 12 agustus 2003 yakni Peraturan Mahkamah
Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2003. Namun pengaturan dalam peraturan tersebut
dianggap sudah tidak memadai sehingga diperbarui kembali melalui Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU yang sekaligus mencabut
keberlakuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2003.
Pihak yang
keberatan, baik komisi maupun terlapor dapat menggunakan upaya akhir terhadap
putusan pengadilan Negeri dalam 14 hari untuk memutuskan mengajukan kasasi atau
tidak. Mahkamah agung disini mempunyai waktu selama 30 hari untuk memutuskan
putusan kasasinya.
Pada pasal 8
Perma Nomor 1 Tahun 2003 menentukan bahwa hukum acara perdata yang diterapkan
terhadap Pengadilan Negeri, kecuali ditentukan lain didalam Perma 1 Tahun 2003.5 Perma Nomor 1
Tahun 2003 diperbarui pengaturannya dalam Perma 3 Tahun 2005 sedangkan
pengaturan hukum acara perdata adalah yang digunakan dalam pemeriksaan di
Pengadilan Negeri masih dimuat dalam pengaturan pasal 8.
Sebelum
diberlakukannya Perma 1 Tahun 2003 pernah terjadi dalam perkara No.
03/KPPU-I/2002, para pelaku usaha terlapor berkeberatan terhadap putusan KPPU
sehingga menggugat KPPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan dalam gugatan di
Pengadilan Tata Usaha Negara dijatuhkan putusan yang membatalkan keputusan KPPU
tersebut.
Setelah
Perma ini berlaku, ditegaskan dalam pasal 3 bahwa putusan KPPU tidak dapat
diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Upaya hukum mengenai putusan
KPPU hanya dapat diajukan ke Pengadilan Negeri.
3.2. Tata Cara
Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Atas Putusan KPPU
Pasal 4 Perma 3
Tahun 2005 mengatur bahwa, mengenai upaya Keberatan atas Putusan KPPU diajukan
dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak pelaku usaha menerima
pemberitahuan putusan dari komisi berikut salinan putusan komisi dan/atau
diumumkan melalui website KPPU. Keberatan
diajukan melalui kepaniteraan pengadilan negeri yang bersangkutan sesuai dengan
prosedur pendaftaran perkara perdata dengan memberikan salinan putusan
keberatan kepada KPPU.
Pihak Terlapor
dalam satu putusan tidak selamanya hanya satu pihak. Dalam satu putusan KPPU
ada kalanya atau bisa jadi terlapor terdiri lebih dari satu orang pihak. Dalam
hal demikian, bilamana pihak pelaku usaha lebih dari satu, apabila mereka
mempunyai kedudukan hukum yang sama, maka perkara tersebut harus didaftarkan
dengan nomor yang sama pada pengadilan negeri yang berwenang.
Permohonan KPPU
untuk menunjuk salah satu Pengadilan negeri disertai usulan pengadilan mana
yang akan memeriksa keberatan, oleh KPPU ditembuskan kepada seluruh Ketua
Pengadilan Negeri yang menerima permohonan keberatan. Pengadilan Negeri yang menerima
tembusan permohonan tersebut harus menghentikan pemeriksaan dan menunggu penunjukan
dari Mahkamah Agung.
Mengajukan
keberatan terhadap putusan KPPU melalui Pengadilan Negeri tunduk pada asas
hukum acara perdata yang menentukan bahwa berperkara melalui Pengadilan Negeri
adalah dikenakan biaya. Ini artinya sisa biaya perkara yang sudah terlebih
dahulu dibayar oleh terlapor, maka sisa biaya harus dikembalikan oleh
Pengadilan Negeri yang tidak ditunjuk mengadili perkara kepada Pengadilan
Negeri yang ditunjuk untuk mengadili perkara.
3.2.1 Upaya
Keberatan Atas Putusan KPPU Tidak Melalui Proses
Mediasi.
Setelah
permohonan keberatan diterima oleh pengadilan negeri, maka ketua Pengadilan
Negeri berkewajiban untuk segera menunjuk majelis hakim yang memiliki
pengetahuan cukup untuk memeriksa keberatan ini.
Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan, pada
prinsipnya setiap perkara gugatan yang diajukan melalui Pengadilan Negeri,
sebelum memeriksa perkara, Hakim wajib untuk memberi kesempatan bagi para pihak
yang berperkara untuk menempuh upaya mediasi.
Tidak menempuh
prosedur mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008
merupakan pelanggaran terhadap pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum. Yang dikecualikan atau yang tidak wajib
adalah perkaraperkara tertentu.
Binoto Nadapdap
berpendapat bahwa dilihat dari kedudukan KPPU sebagai lembaga pemutus terhadap
dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999, peniadaan lembaga
mediasi ini sudah tepat. Sebab dilihat dari segi tenggang waktu, dimana batas
waktu untuk memeriksa untuk memeriksa perkara keberatan terhadap putusan KPPU adalah
30 hari sejak dimulainya pemeriksaan. Sedangkan waktu untuk mediasi menurut
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2008 adalah 40 hari. Waktu mediasi ini
juga masih dapat diperpanjang selama 14 hari.
Selain itu, oleh
karena KPPU adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan agar pelaku usaha tidak melakukan praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat, maka tidak pada tempatnya lagi diberikan
kepada pelaku usaha terlapor untuk menegosiasikan apa yang sudah diputuskan
oleh KPPU, hal itu sama saja dengan memandulkan apa yang sudah diputuskan oleh
KPPU.
3.2.2 Tugas Pengadilan Negeri Dalam
Menangani Upaya Hukum Keberatan Atas Putusan KPPU.
Tugas pengadilan
negeri dalam memeriksa masalah keberatan adalah menilai kembali keputusan KPPU,
dengan mempertimbangkan fakta dan penerapan hukumnya. Kedudukan pengadilan negeri
disini menyerupai kedudukan pengadilan tinggi dalam menangani masalah banding
yang memeriksa kembali perkara dari awal baik mengenai fakta maupun penerapan
hukumnya.
Keberadaan
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 yang berbeda dengan sistem hukum di Indonesia
tersebut diikuti dengan aturan-aturan tentang proses penegakan undang-undang
tersebut secara rinci dan jelas, sehingga dalam prakteknya banyak menimbulkan
interpretasi yang berbeda-beda. Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Makamah
Agung Nomor 1 tahun 2003 tentang Tata Cara Upaya Hukum Keberatan atas Putusan
KPPU ke Pengadilan Negeri yang kemudian dilakukan pembaharuan melalui Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005. Dengan berlakunya Perma ini, diharapkan
terciptanya keseragaman pendapat sekaligus memberikan solusi kearah tata cara
penangan perkara persaingan usaha, terkhusus dalam hal badan peradilan yang
lebih sempurna.
Upaya hukum
keberatan terhadap putusan KPPU berdasarkan pengaturan Perma 3 tahun 2005 hanya
dapat diajukan oleh pelaku usaha terlapor kepada kepaniteraan pengadilan negeri
di tempat kedudukan hukum pelaku usaha tersebut berada19, dan proses
beracara pada siding upaya keberatan atas putusan KPPU pada hakikatnya sama
dengan proses banding perdata yang diperiksa oleh Pengadilan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar