Nama : Hendah Lahyunita K
Kelas : 2EB08
NPM :
23211278
POSTING 12 : JURNAL ANTI MONOPOLI
UPAYA
KEBERATAN DAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN DI DALAM
PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK
SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA KARTEL
MINYAK
GORENG NOMOR 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST)
FIKRI
HAMADHANI
UNIVERSITAS
INDONESIA
3.3. Obyek
Keberatan
Berdasarkan
pengaturan pasal 5 ayat 4 Perma Nomor 3 Tahun 2005 diatur bahwa “Pemeriksaan
keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan KPPU dan berkas perkara
sebagaimana diatur dalam ayat (2).” Putusan dan berkas yang dimaksud dalam
pengaturan pasal ini adalah putusan majelis Komisi dan berkas perkara dalam
persidangan di KPPU. Pengadilan Negeri dapat memerintahkan KPPU untuk melakukan
pemeriksaan tambahan melalui putusan sela apabila dipandang perlu untuk dilakukan
penelaahan lebih lanjut mengenai putusan KPPU. Namun apabila Pengadilan Negeri
memandang perlu untuk diajukannya bukti baru yang sebelumnya belum pernah
diajukan pelaku usaha terlapor dan belum pernah diperiksa dalam pemeriksaan
lanjutan, maka seharusnya pemeriksaan bukti-bukti seperti ini diperbolehkan,
karena esensi dari diadakannya pemeriksaan tambahan adalah mendapatkan
kejelasan mengenai duduk perkara.
3.4. Pemeriksaan
Tambahan
Pemeriksaan
tambahan adalah forum bagi pelaku usaha untuk menguatkan argumentasinya bahwa
sebenarnya tidak melakukan pelanggaran terhadap apa yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pemeriksaan tambahan tidak diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999. Pengaturannya dapat kita temui dalam Bab IV
Perma Nomor 3 Tahun 2005. Majelis hakim dalam pemeriksaan upaya keberatan dalam
hal ini yang mempunyai wewenang untuk menilai diperlukan atau tidaknya
dilakukan pemeriksaan tambahan. Apabila majelis hakim memandang perlu untuk
dilakukan pemeriksaan tambahan maka, majelis hakim melalui putusan sela
memerintahkan kepada KPPU untuk melakukan pemeriksaan tambahan, serta hal-hal
apa saja yang harus kembali diperiksa oleh KPPU.
Pemeriksaan
tambahan hanya meliputi bukti-bukti yang ada dalam berkas perkara dalam putusan
yang telah diputus oleh majelis komisi pada tahap pemeriksaan di KPPU. Namun
apabila majelis hakim merasa kurang jelas dan memandang perlu untuk dilakukannya
pemeriksaan tambahan maka dalam hal ini KPPU berkewajiban untuk melakukannya
dengan menyebutkan hal-hal yang menjadi tugasnya dalam memeriksa kembali.
Pemeriksaan
tambahan yang dilakukan oleh KPPU disini akan terlihat janggal karena dalam
Upaya keberatan atas putusan KPPU sebagaimana yang ditentukan oleh Perma 3
Tahun 2005, KPPU adalah sebagai pihak dan dimana dalam persidangan di tahap
pertama, KPPU adalah sebagai komisi yang menjatuhkan putusan kepada pelaku
usaha. Tentunya disini keindependensian KPPU sangatlah diragukan mengingat KPPU
kini dapat dikatakan sebagai pihak yang memiliki kepentingan pada tahap upaya
keberatan. Namun Perma Nomor 3 tahun 2005 menunjuk KPPU sebagai yang melakukan
pemeriksaan tambahan dengan prosedur yang telah ditentukan oleh Perma ini.
3.4.1. Syarat
Dilakukan Pemeriksaan Tambahan.
Apabila pelaku usaha ingin menguatkan
argumentasinya bahwa tidak melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5
tahun 1999 dan berkeinginan agar forum pemeriksaan tambahan dilaksanakan, maka
pemohon keberatan harus jelas menyampaikan permohonannya untuk dilakukan
pemeriksaan tambahan kepada Pengadilan Negeri dan hal apa saja yang dimohonkan
untuk dilakukan pemeriksaan kembali oleh KPPU. Disamping permohonan tersebut
pelaku usaha juga harus menyatakan alasannya untuk dilakukan pemeriksaan
tambahan.
Pemeriksaan tambahan dilakukan hanya
terhadap ditemukan bukti baru ya ng ada
dalam berkas perkara dalam putusan yang telah diputus oleh KPPU. Namun apabila
majelis hakim memandang kurang jelas, sehingga menganggap perlu dilakukan
pemeriksaan tambahan maka KPPU akan melakukan pemeriksaan tambahan dengan
menyebutkan hal apa yang menjadi kewajiban KPPU untuk dilakukan pemeriksaan.29
Dalam upaya keberatan atas putusan KPPU,
pihak pengadilan adalah pihak yang harus memperoeh kejelasan atas putusan KPPU
dan berkas perkara. Sehingga, seyogianya KPPU menyebutkan hal-hal apa saja yang
masih belum jelas baginya dalam berkas perkara dan putusan KPPU.
Dalam hal dilakukan pemeriksaan
tambahan, sehingga pemeriksaan oleh majelis hakim ditangguhkan. Setelah KPPU
menyerahkan hasil pemeriksaan tambahan, maka sidang upaya hukum keberatan atas
putusan KPPU dilanjutkan dalam waktu selambat-lambatnya tujuh hari setelah KPPU
menyerahkan hasil pemeriksaan tambahan.
3.5. Kasasi.
Dalam hal para
pihak baik KPPU ataupun pelaku usaha merasa berkeberatan terhadap putusan
Pengadilan Negeri dalam upaya keberatan atas putusan KPPU, maka pihaknya dapat
mengajukan upaya hukum kasasi. Upaya kasasi dapat diajukan ke Mahkamah Agung dalam
kurun waktu 14 hari semenjak diterimanya putusan keberatan dari Pengadilan
Negeri.
Mahkamah Agung mempunyai tugas
untuk menjatuhkan putusan terhadap permohonan kasasi tersebut dalam kurun waktu
30 hari semenjak permohonan kasasi telah diterima oleh Mahkamah Agung.
3.6. Peninjauan
Kembali.
Peninjauan
Kembali adalah suatu upaya untuk memeriksa atau mementahkan kembali suatu
putusan (baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Maupun
Mahkamah Agung) yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht).36 Dasar untuk
mengajukan upaya hukum ini dapat kita temukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung. Didalam pasal 67 menyebutkan syarat-syarat untuk dilakukan
peninjauan kembali antara lain :
1.
Putusan
didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui
setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang ternyata
palsu;
2.
Ditemukan
surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa
tidak dapat ditemukan;
3.
Telah
dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
4.
Bagian
dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5.
Pihak-pihak
yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan
yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu
dengan yang lain;
6.
Dalam
suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
3.7. Pelaksanaan
Putusan.
Terdapat dua
golongan putusan yakni, putusan sela dan putusan akhir. Dalam hal ini
yang akan dibahas dalam penulisan adalah tentang putusan akhir. Putusan menurut
sifatnya dikenal tiga macam putusan, yaitu:
1.
Putusan
Declaratoir.
Putusan
Declaratoir adalah putusan yang bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan
hukum semata-mata.
2.
Putusan
Constitutif.
Putusan
Constitutif adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan
suatu keadaan hukum yang baru.
3.
Putusan
Condemnatoir.
Putusan Condemnatoir adalah putusan yang
berisikan penghukuman. Misalnya, dimana pihak
tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan rumahnya.
Atau tergugat dihukum untuk membayar hutangnya.
Hukum Keberatan
atas putusan KPPU dapat berupa:
1.
Menguatkan
Putusan KPPU.
Pengadilan
Negeri dalam memeriksa Upaya Keberatan atas Putusan KPPU berpendapat bahwa
majelis KPPU telah benar dalam memeriksa perkara, baik berkenaan dengan fakta
maupun penerapan hukumnya sehingga majelis hakim Pengadilan Negeri sependapat
dengan putusan majelis KPPU.
2.
Membatalkan
Putusan KPPU.
Apabila
PengadilanNegeri berpendapat bahwa Majelis KPPU telah salah dalam memeriksa perkara,
atau pelaku usaha tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap pengaturan
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999, maka Pengadilan Negeri dapat membatalkan
putusan majelis komisi.
3.
Membuat
Putusan Sendiri.
Pengadilan
Negeri mempunyai kewenangan untuk membuat putusan sendiri dalam menangani
pekara keberatan..
Didalam Upaya
Hukum Keberatan atas putusan KPPU, ditinjau dari sifatnya putusan yang
dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri ditinjau dari sifatnya dapat berupa:
1.
Putusan
Declaratoir.
Menetapkan
suatu keadaan misalnya pembatalan perjanjian. Bila Pengadilan Negeri menyatakan
perjanjian yang dibuat pelaku usaha batal, maka dalam hal ini tidak diperlukan
tindakan hukum apapun untuk mengeksekusinya.
2.
Putusan
Condemnatoir.
Putusan
Pengadilan ini menghukum pelaku usaha membayar ganti rugi atau denda. Dalam hal
ini, apabila pelaku usaha tidak mau melaksanakan putusan tersebut maka
diperlukan tindakan hukum berupa eksekusi. Mahkamah Agung yang mengabulkan
keberatan dan kasasi pelaku usaha tidak dapat dieksekusi karena putusan itu
hanya bersifat constitutif.Putusan tersebut hanya menyatakan bahwa putusan KPPU
yang menyatakan pelaku usaha melanggar pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999
tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat batal dan dengan
demikian timbul keadaan hukum baru.
Dalam setiap
putusan hakim selalu mengandung amar declaratoir apabila gugatan dikabulkan.
Hal ini terlihat dari pernyataan bahwa tergugat terbukti bersalah.Sebenarnya
sangat tipis perbedaan antara putusan deklaratif dan constitutif karena pada
dasarnya amar yang berisi putusan constitutif mempunyai sifat yang deklaratif.
Putusan perkara monopoli dan persaingan usaha yang dapat dieksekusi adalah
putusan condemnatoir yang menyatakan bahwa pelaku usaha melanggar Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dan karenanya dijatuhi sanksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar