Kamis, 02 Mei 2013

POSTING 13 JURNAL KE 2

Nama          : Hendah Lahyunita K
Kelas          : 2EB08
NPM           : 23211278

POSTING 13 : JURNAL ANTI MONOPOLI

UPAYA KEBERATAN DAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN DI DALAM
PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA KARTEL
MINYAK GORENG NOMOR 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST)
FIKRI HAMADHANI
UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 4
ANALISA HUKUM MENGENAI UPAYA HUKUM KEBERATAN SERTA
PEMERIKSAAN TAMBAHAN DALAM KASUS KARTEL MINYAK
GORENG

4.1. Latar Belakang Kasus
Sekretariat KPPU menemukan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai oligopoli, penetapan harga, serta kartel dibidang industri Minyak Goreng. Segera KPPU melakukan monitoring terhadap pelaku usaha, dan berdasarkan hasil rapat komisi tanggal 15 Septembet 2009, hasil monitoring tersebut diputuskan perlu ditindak lanjuti ke tahap pemeriksaan pendahuluan.
Tim Pemeriksa telah mendengar keterangan dari para Terlapor dan para Saksi serta instansi pemerintah Dalam proses Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan. Setelah Majelis Komisi mempelajari Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan kemudian melakukan penilaian bahwa industri minyak goreng merupakan industri yang memiliki nilai strategis karena berfungsi sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.
Disamping Minyak Goreng, kelapa sawit mempunyai banyak produk turunan serta perkembangan industri-industri yang terkait dengan kelapa sawit. Namun demikian, struktur pasar industri minyak goreng yang oligopoli telah mendorong perilaku beberapa pelaku usaha produsen minyak goreng untuk menentukan harga sehingga pergerakan harganya tidak responsif dengan pergerakan harga CPO padahal CPO merupakan bahan baku utama dari minyak goreng.
Indonesia dikatakan sebagai negara CPO terbesar di dunia karena budi daya kelapa sawit di Indonesia didukung dengan karakteristik geografis Indonesia sehingga industri agribisnis ini dapat berkembang dengan sangat baik.
Hubungan terkait yang erat antara industri kelapa sawit dengan minyak goreng menjadi latar belakang kedua industri tersebut cenderung terintegrasi guna mencapai efisiensi dan efektifitas terutama dalam hal kepastian/keamanan pasokan bahan bakunya. Dari sisi peraturan atau regulasi, pemerintah juga memberikan peluang terciptanya industri terintegrasi dari hulu (perkebunan kelapa sawit) hingga hilir (produksi minyak goreng).6
Sistem pemasaran minyak goreng ini dapat dilihat dari jenis minyak goreng yang dipasarkan dimana untuk minyak goreng kemasan (bermerek), produsen menunjuk satu perusahaan sebagai distributor untuk melakukan distribusi ke seluruh wilayah pemasarannya termasuk namun tidak terbatas ke seluruh retail modern. Pemilihan distributor tersebut dapat dilakukan terhadap perusahaan yang merupakan afiliasinya maupun perusahaan lain yang sama sekali tidak memiliki afiliasi. Berdasarkan pemeriksaan diperoleh informasi bahwa kontrol produsen terhadap harga minyak goreng kemasan (bermerek) hanya sampai distributornya saja dimana distributor mendapatkan marketing fee berkisar 5%. Sebaliknya hal tersebut tidak terjadi pada sistem pemasaran minyak goring curah, sebagian besar produsen tidak menunjuk distributor dan melakukan penjualan secara langsung.
Kebijakan pemerintah terkait dengan perdagangan minyak goreng di Indonesia dilakukan dengan membuat program bernama ”MINYAKITA” dilakukan melalui regulasi pemerintah (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 02/M-DAG/PER/1/2009 tentang Minyak Goreng Kemasan Sederhana). Program MINYAKITA ini dibuat oleh pemerintah dengan tujuan menstabilkan harga minyak goreng dan untuk meningkatkan kualitas konsumsi minyak goring masyarakat dimana secara faktual sebagian besar yaitu sekitar 80% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi minyak goreng curah. Produk MINYAKITA dibuat sebagai realisasi kerja sama antara pemerintah dengan produsen minyak goreng guna menyediakan kebutuhan minyak goreng yang lebih higienis dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, MINYAKITA diproduksi oleh produsen dengan kualitas yang lebih tinggi dari minyak goreng curah namun masih di bawah standar kualitas minyak goreng kemasan (bermerek). Selanjutnya dalam melakukan penjualan MINYAKITA, ditetapkan 2 (dua) mekanisme penjualan yaitu:
1)      Penjualan langsung melalui program Kepedulian Sosial Perusahaan (KSP), dimana mekanisme penjualan dilakukan oleh produsen identik dengan operasi pasar.
2)      Penjualan secara komersial, dimana mekanisme penjualannya dilakukan melalui distributor atau pengecer besar. Lokasi penjualan harus sesuai dengan rencana wilayah pemasaran yang telah dilaporkan kepada pemerintah. 
Terkait dengan harga, pemerintah mengharapkan agar harga jual MINYAKITA di tingkat konsumen diharapkan sebesar Rp. 8.500,00 (delapan ribu lima ratus rupiah) per liter.

4.2. Para Pihak Dalam Putusan KPPU No. 24/KPPU-I/2009
Adapun terlapor dalam Perkara No. 24/KPPU-I/2009 meliputi 21 pelaku usaha yang bergerak dibidang industri minyak goreng. Ke 21 pelaku usaha tersebut adalah: PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Permata Hijau Sawit, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Nubika Jaya, PT Smart, Tbk, PT Salim Ivomas Pratama, PT Bina Karya Prima, PT Tunas Baru Lampung, Tbk, PT Berlian Eka Sakti Tangguh, PT Pacific Palmindo Industri, PT Asian Agro Agung Jaya. Ke-21 Terlapor ini terlibat dalam dugaan pelanggaran pasal 4, pasal 5, pasal11 Undang-undang No. 5 Tahun 1999.

4.3. Putusan KPPU
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan sidang di KPPU, majelis komisi menjatuhkan putusan yang menyatakan PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Smart, Tbk, PT Berlian Eka Sakti Tangguh, dan PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 4 UNDANG-UNDANG Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng curah.
Disamping itu PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multi Nabati Sulawesi,: PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, VIII: PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, PT Smart, Tbk, PT Tunas Baru Lampung, Tbk, PT Berlian Eka Sakti Tangguh, PT Pacific Palmindo Industri dan PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai penetapan harga untuk pasar minyak goreng curah. Selain itu juga, Majelis Komisi menyatakan PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Smart, Tbk, PT Salim Ivomas Pratama, dan PT Bina Karya Prima, XVIII: PT Tunas Baru Lampung, Tbk dan XXI: PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng kemasan (bermerek). Untuk pasar minyak goreng curah, PT Nagamas Palmoil Lestari tidak terbukti melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Majelis Komisi menyatakan juga bahwa, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Smart, Tbk, PT Salim Ivomas Pratama, dan PT Bina Karya Prima, PT Tunas Baru Lampung, Tbk dan PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai kartel untuk pasar minyak goreng kemasan (bermerek).
Terhadap hal tersebut hukuman dijatuhkan kepada masing-masing adalah: kepada PT Multimas Nabati Asahan untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah)226, PT Sinar Alam Permai untuk membayar denda sebesar Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), PT Wilmar Nabati Indonesia untuk membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), PT Multi Nabati Sulawesi untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), PT Agrindo Indah Persada untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), PT Musim Mas untuk membayar denda sebesar Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), PT Intibenua Perkasatama untuk membayar denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), PT Megasurya Mas untuk membayar denda sebesar Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), PT Agro Makmur Raya untuk membayar denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), PT Mikie Oleo Nabati Industri untuk membayar denda sebesar Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), PT Indo Karya Internusa untuk membayar denda sebesar Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), PT Permata Hijau Sawit untuk membayar denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), PT Nubika Jaya untuk membayar denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), PT Smart, Tbk untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), PT Salim Ivomas Pratama untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), PT Bina Karya Prima untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). PT Tunas Baru Lampung, Tbk untuk membayar denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), PT Berlian Eka Sakti Tangguh untuk membayar denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), PT Pacific Palmindo Industri untuk membayar denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), PT Asian Agro Agung Jaya untuk membayar denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar