Nama : Hendah Lahyunita K
Kelas : 2EB08
NPM :
23211278
POSTING 13 : JURNAL ANTI MONOPOLI
UPAYA
KEBERATAN DAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN DI DALAM
PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK
SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA KARTEL
MINYAK
GORENG NOMOR 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST)
FIKRI
HAMADHANI
UNIVERSITAS
INDONESIA
BAB
4
ANALISA
HUKUM MENGENAI UPAYA HUKUM KEBERATAN SERTA
PEMERIKSAAN
TAMBAHAN DALAM KASUS KARTEL MINYAK
GORENG
4.1. Latar
Belakang Kasus
Sekretariat KPPU
menemukan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai
oligopoli, penetapan harga, serta kartel dibidang industri Minyak Goreng.
Segera KPPU melakukan monitoring terhadap pelaku usaha, dan berdasarkan hasil
rapat komisi tanggal 15 Septembet 2009, hasil monitoring tersebut diputuskan
perlu ditindak lanjuti ke tahap pemeriksaan pendahuluan.
Tim Pemeriksa
telah mendengar keterangan dari para Terlapor dan para Saksi serta instansi
pemerintah Dalam proses Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan.
Setelah Majelis Komisi mempelajari Laporan Hasil Pemeriksaan Lanjutan kemudian
melakukan penilaian bahwa industri minyak goreng merupakan industri yang
memiliki nilai strategis karena berfungsi sebagai salah satu kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia.
Disamping Minyak
Goreng, kelapa sawit mempunyai banyak produk turunan serta perkembangan
industri-industri yang terkait dengan kelapa sawit. Namun demikian, struktur
pasar industri minyak goreng yang oligopoli telah mendorong perilaku beberapa
pelaku usaha produsen minyak goreng untuk menentukan harga sehingga pergerakan
harganya tidak responsif dengan pergerakan harga CPO padahal CPO merupakan
bahan baku utama dari minyak goreng.
Indonesia
dikatakan sebagai negara CPO terbesar di dunia karena budi daya kelapa sawit di
Indonesia didukung dengan karakteristik geografis Indonesia sehingga industri
agribisnis ini dapat berkembang dengan sangat baik.
Hubungan terkait
yang erat antara industri kelapa sawit dengan minyak goreng menjadi latar
belakang kedua industri tersebut cenderung terintegrasi guna mencapai efisiensi
dan efektifitas terutama dalam hal kepastian/keamanan pasokan bahan bakunya.
Dari sisi peraturan atau regulasi, pemerintah juga memberikan peluang
terciptanya industri terintegrasi dari hulu (perkebunan kelapa sawit) hingga
hilir (produksi minyak goreng).6
Sistem pemasaran
minyak goreng ini dapat dilihat dari jenis minyak goreng yang dipasarkan dimana
untuk minyak goreng kemasan (bermerek), produsen menunjuk satu perusahaan
sebagai distributor untuk melakukan distribusi ke seluruh wilayah pemasarannya
termasuk namun tidak terbatas ke seluruh retail modern. Pemilihan distributor
tersebut dapat dilakukan terhadap perusahaan yang merupakan afiliasinya maupun
perusahaan lain yang sama sekali tidak memiliki afiliasi. Berdasarkan
pemeriksaan diperoleh informasi bahwa kontrol produsen terhadap harga minyak
goreng kemasan (bermerek) hanya sampai distributornya saja dimana distributor
mendapatkan marketing fee berkisar 5%. Sebaliknya hal tersebut tidak
terjadi pada sistem pemasaran minyak goring curah, sebagian besar produsen
tidak menunjuk distributor dan melakukan penjualan secara langsung.
Kebijakan
pemerintah terkait dengan perdagangan minyak goreng di Indonesia dilakukan
dengan membuat program bernama ”MINYAKITA” dilakukan melalui regulasi
pemerintah (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 02/M-DAG/PER/1/2009 tentang
Minyak Goreng Kemasan Sederhana). Program MINYAKITA ini dibuat oleh pemerintah
dengan tujuan menstabilkan harga minyak goreng dan untuk meningkatkan kualitas
konsumsi minyak goring masyarakat dimana secara faktual sebagian besar yaitu
sekitar 80% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi minyak goreng curah. Produk
MINYAKITA dibuat sebagai realisasi kerja sama antara pemerintah dengan produsen
minyak goreng guna menyediakan kebutuhan minyak goreng yang lebih higienis
dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu, MINYAKITA diproduksi oleh
produsen dengan kualitas yang lebih tinggi dari minyak goreng curah namun masih
di bawah standar kualitas minyak goreng kemasan (bermerek). Selanjutnya dalam
melakukan penjualan MINYAKITA, ditetapkan 2 (dua) mekanisme penjualan yaitu:
1)
Penjualan
langsung melalui program Kepedulian Sosial Perusahaan (KSP), dimana mekanisme
penjualan dilakukan oleh produsen identik dengan operasi pasar.
2)
Penjualan
secara komersial, dimana mekanisme penjualannya dilakukan melalui distributor
atau pengecer besar. Lokasi penjualan harus sesuai dengan rencana wilayah
pemasaran yang telah dilaporkan kepada pemerintah.
Terkait dengan harga, pemerintah
mengharapkan agar harga jual MINYAKITA di tingkat konsumen diharapkan sebesar
Rp. 8.500,00 (delapan ribu lima ratus rupiah) per liter.
4.2. Para Pihak
Dalam Putusan KPPU No. 24/KPPU-I/2009
Adapun terlapor
dalam Perkara No. 24/KPPU-I/2009 meliputi 21 pelaku usaha yang bergerak
dibidang industri minyak goreng. Ke 21 pelaku usaha tersebut adalah: PT
Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT
Multi Nabati Sulawesi, PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT Intibenua
Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo Nabati
Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Permata Hijau Sawit, PT Nagamas Palmoil
Lestari, PT Nubika Jaya, PT Smart, Tbk, PT Salim Ivomas Pratama, PT Bina Karya
Prima, PT Tunas Baru Lampung, Tbk, PT Berlian Eka Sakti Tangguh, PT Pacific
Palmindo Industri, PT Asian Agro Agung Jaya. Ke-21 Terlapor ini terlibat dalam
dugaan pelanggaran pasal 4, pasal 5, pasal11 Undang-undang No. 5 Tahun 1999.
4.3. Putusan
KPPU
Berdasarkan dari
hasil pemeriksaan sidang di KPPU, majelis komisi menjatuhkan putusan yang
menyatakan PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati
Indonesia, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT
Intibenua Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo
Nabati Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Smart, Tbk, PT Berlian Eka Sakti
Tangguh, dan PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 4 UNDANG-UNDANG Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng curah.
Disamping itu PT
Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT
Multi Nabati Sulawesi,: PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT Intibenua
Perkasatama, VIII: PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo Nabati
Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, PT
Smart, Tbk, PT Tunas Baru Lampung, Tbk, PT Berlian Eka Sakti Tangguh, PT
Pacific Palmindo Industri dan PT Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah
dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai
penetapan harga untuk pasar minyak goreng curah. Selain itu juga, Majelis
Komisi menyatakan PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi
Nabati Sulawesi, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Smart, Tbk, PT Salim Ivomas
Pratama, dan PT Bina Karya Prima, XVIII: PT Tunas Baru Lampung, Tbk dan XXI: PT
Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal
5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk pasar minyak goreng kemasan
(bermerek). Untuk pasar minyak goreng curah, PT Nagamas Palmoil Lestari tidak
terbukti melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Majelis Komisi
menyatakan juga bahwa, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT
Multi Nabati Sulawesi, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Smart, Tbk, PT Salim
Ivomas Pratama, dan PT Bina Karya Prima, PT Tunas Baru Lampung, Tbk dan PT
Asian Agro Agung Jaya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai kartel untuk pasar minyak
goreng kemasan (bermerek).
Terhadap hal
tersebut hukuman dijatuhkan kepada masing-masing adalah: kepada PT Multimas
Nabati Asahan untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah)226, PT Sinar Alam Permai untuk membayar denda sebesar Rp.
20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), PT Wilmar Nabati Indonesia untuk
membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), PT Multi
Nabati Sulawesi untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah), PT Agrindo Indah Persada untuk membayar denda sebesar Rp.
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), PT Musim Mas untuk membayar
denda sebesar Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), PT Intibenua
Perkasatama untuk membayar denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah), PT Megasurya Mas untuk membayar denda sebesar Rp. 15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah), PT Agro Makmur Raya untuk membayar denda sebesar
Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), PT Mikie Oleo Nabati Industri untuk membayar
denda sebesar Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah), PT Indo Karya
Internusa untuk membayar denda sebesar Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah), PT Permata Hijau Sawit untuk membayar denda sebesar Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), PT Nubika Jaya untuk membayar denda
sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), PT Smart, Tbk untuk membayar
denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), PT Salim
Ivomas Pratama untuk membayar denda sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh
lima miliar rupiah), PT Bina Karya Prima untuk membayar denda sebesar Rp.
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). PT Tunas Baru Lampung, Tbk
untuk membayar denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), PT
Berlian Eka Sakti Tangguh untuk membayar denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah), PT Pacific Palmindo Industri untuk membayar denda
sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), PT Asian Agro Agung Jaya
untuk membayar denda sebesar Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar