Nama : Hendah Lahyunita K
Kelas : 2EB08
NPM :
23211278
POSTING 14 : JURNAL ANTI MONOPOLI
UPAYA
KEBERATAN DAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN DI DALAM
PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK
SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA KARTEL
MINYAK
GORENG NOMOR 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST)
FIKRI
HAMADHANI
UNIVERSITAS
INDONESIA
4.4 Upaya Hukum
Keberatan Atas Putusan KPPU.
Dari Putusan
KPPU, selanjutnya Para pihak yang dihukum tersebut tidak puas dengan putusan
KPPU dan mengajukan permohonan Upaya Hukum Keberatan kepada Pengadilan Negeri.
Mengenai pengajuan upaya hukum keberatan kepada pengadilan negeri diatur
didalam Perma No. 3 Tahun 2005. Adapun yang menjadi objek dari keberatan para
pemohon keberatan atas putusan KPPU dapat disimpulkan kedalam pokok-pokok
materi keberatan terhadap
putusan KPPU yang meliputi :
1.
Aspek
Formil
a.
KPPU telah salah menentukan pasar bersangkutan (relevant
market) dalam perkara a quo.
b.
KPPU tidak memperbolehkan para pemohon keberatan untuk
memeriksa seluruh dokumen pada saat inzage
c.
KPPU melakukan pelanggaran terhadap asas praduga tak
bersalah (presumption of innocence)
d.
KPPU melebihi kewenangannya dalam hal memutus kerugian
bagi konsumen.
2.
Aspek
Materiil
a.
Tentang
Pembuktian:
i.
KPPU
menggunakan indirect evidence (bukti tak langsung) yang merupakan
standar hukum asing dimana hal tersebut tidak dikenal dalam hukum Indonesia
ii.
Penggunaan
dan penghitungan CR4 dan Hhi oleh KPPU tidak tepat
b.
Tidak
terjadi pelanggaran dalam pengaturan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
c.
Tidak
terjadi pelanggaran dalam pengaturan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
d.
Tidak
terjadi pelanggaran dalam pengaturan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
4.5 Para Pihak
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
03/KPPU/2010/PN.JKT.PST
Pihak Pemohon
antara lain PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati
Indonesia, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT
Intibenua Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo
Nabati Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika
Jaya, PT Smart, Tbk, PT Salim Ivomas Pratama, PT Bina Karya Prima, PT Tunas
Baru Lampung, Tbk, PT Berlian Eka Sakti Tangguh, PT Pacific Palmindo Industri,
PT Asian Agro Agung Jaya. Sedangkan pihak termohon adalah KPPU, dan PT Nagamas
Palmoil merupakan turut termohon.
4.6 Putusan Sela
Dalam
pemeriksaan perkara ini majelis hakim berpendapat bahwa perlu untuk dilakukan
pemeriksaan tambahan.
1.
Memerintahkan
kepada termohon untuk melakukan pemeriksaan tambahan mengenai hal-hal berikut:
a.
Melakukan
pemeriksaan saksi, yakni Sdr. Sahat Sinaga dan Kementrian Perdagangan mengenai
hal-hal yang terjadi di dalam pertemuan GIMNI tanggal 29 Februari 2008 dan
operasi pasar minyak goreng murah Pemerintah bersama GIMNI.
b.
Meminta
keterangan saksi, yaitu Kementrian Perdagangan mengenai hal-hal yang terjadi
dalam pertemuan tanggal 9 Februari 2009 dan keterkaitan dengan Program
MINYAKITA yang dilakukan oleh pemerintah.
c.
Meminta
keterangan ahli Prof. Erman Rajagukguk, S.H., LL.M., Ph.D selaku ahli dibidang
hukum persaingan usaha untuk memberikan pendapat mengenai penerapan indirect
evidence yang dipergunakan termohon dalam memutus perkara tersebut
dikaitkan dengan alat-alat bukti hukum persaingan usaha sebagaimana yang diatur
dalam pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
d.
Meminta
keterangan ahli Dr. Ir. Anton Hendranata, M.Si, selaku ahli analisis data
statistika dan model ekonometrika mengenai penggunaan CR4, HI-II, dan uji
homogenity of varians yang dilakukan oleh termohon, apakah telah sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu statistik dan ekonometrika
1.
Menetapkan
agar pemeriksaan tambahan tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja sejak putusan sela ini diucapkan.
2.
Memerintahkan
untuk mengembalikan berkas kepada termohon Keberatan.
3.
Menangguhkan
pemeriksaan permohonan keberatan para Pemohon Keberatan I sampai dengan Pemohon
Keberatan XX sampai dengan selesainya pemeriksaan tambahan oleh termohon
keberatan.
4.
Menangguhkan
putusan mengenai biaya perkara hingga putusan akhir.
4.7 Pemeriksaan
Tambahan
Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa dalam pemeriksaan pada tahap Upaya Keberatan atas Putusan KPPU
disini majelis hakim memandang perlu untuk dilakukannya pemeriksaan tambahan.
Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan sela yang berisikan perintah kepada
KPPU untuk melakukan pemeriksaan tambahan yang meliputi :
1.
Pemeriksaan
saksi Sahat Sinaga dan Kementrian Perdagangan.
Berdasarkan
hasil pemeriksaan tambahan tersebut majelis hakim memperoleh fakta bahwa dalam
pertemuan tanggal 9 Februari 2009 sama sekali tidak membahas mengenai minyak goreng
curah. Pada amar putusan KPPU yang dinyatakan melanggar pasal 4 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dalam perdagangan minyak goreng curah tidaklah sama dengan
Pelaku Usaha yang hadir dalam pertemuan anggota GIMNI tanggal 9 Februari 2009.
2.
Meminta
keterangan saksi dari Kementrian Perdagangan
Berdasarkan
pemeriksaan terhadap Jimmy Bella yang merupakan Direktur Jendral Perdagangan
Dalam Negeri mengenai hal-hal yang terjadi dalam pertemuan 29 Februari 2008
diperoleh hasil yang menyatakan bahwa saksi tidak menghadiri acara tersebut dan
tidak mengetahui siapa saja yang hadir dalam acara tersebut.
3.
Pemeriksaan
ahli Prof. Erman Rajagukguk, S.H, LL.M., Ph.D.
Berdasarkan
keterangan ahli Prof. Erman Rajagukguk, S.H, LL.M., Ph.D. dinyatakan bahwa yang
tergolong indirect evidence adalah alat bukti tidak langsung atau
disebut circumstansial evidence (tidak langsung, sambil lalu),
yang meliputi:
a.
Catatan
tentang banyaknya percakapan telepon antara para pesaing. Catatan tersebut
bukan mengenai substansi percakapan, tetapi beberapa kali melakukan percakapan
telepon tersebut.
b.
Perjalanan
menuju tujuan yang sama, misalnya untuk menghadiri konfrensi perdagangan.
c.
Partisipasi
dalam pertemuan.
d.
Hasil
atau catatan dari pertemuan yang memperlihatkan harga, permintaan atau
kapasitas yang dibicarakan antara para pesaing.
e.
Bukti-bukti
dokumen internal yang membuktikan pengetahuan atau saling pengertian antara
para pesaing dalam mengatur strategi harga. Penafsiran atau interpretasi.
f.
Logika.
g.
Bukti
ekonomi, seperti:
h.
Perilaku
di pasar dan industry
ii.
Harga
yang paralel (paralel pricing)
iii.
“Facilitating
practice” dimana
para pesaing mudah mencapai kesepakatan
iv.
Bukti struktural tentang adanya hambatan yang
tinggi untuk masuk ke pasar, standard integrasi vertikal yang tinggi atau
produksi yang homogen.]
Ahli berpendapat
bahwa Indirect Evidence tidak dikenal dalam hukum pembuktian persaingan
usaha yang diatur di Indonesia. Alat bukti yang sah diatur dalam pasal 42
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Terhadap
pandangan ahli ini termohon (KPPU) berpendapat bahwa, ahli bukanlah ahli
didalam hukum persaingan usaha.
Namun terhadap
pandangan termohon dalam hal ini majelis hakim berpendapat bahwa Hukum
Persaingan Usaha adalah hukum publik yang prosedur penegakannya bersifat
imperatif, dalam artian tidak dapat disimpangi dengan penafsiran dari sudut
pandang tertentu, melainkan melalui kaidah-kaidah hukum positif yang telah
jelas disebut dalam undang-undang yang bersangkutan. Sedangkan dalam pasal 4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah didahului dengan kata-kata “terbukti
secara sah dan meyakinkan”, hal tersebut berarti termohon harus menggunakan alat
bukti yang sah menurut undang-undang, dan di sisi lain dilakukan dengan
cara-cara yang telah tegas disebutkan dalam undang-undang.
4.
Pemeriksaan
ahli Dr. Ir. Anton Hendranata, M.Si.
Dalam
pemeriksaan tambahan yang dilakukan kepada ahli dibidang statistika dan
ekonometrika Dr. Ir. Anton Hendranata, M.Si diperoleh hasil bahwa secara
statistika dan ekonometrika, yang dilakukan KPPU tidaklah tepat, dan apabila
dilihat dari sisi data tidak konsisten. Dalam CR4 menggunakan data kelompok perusahaan,
sedangkan uji kehomogenan varians menggunakan data individual.
4.8 Putusan
Pengadilan Negeri
Majelis hakim
memandang bahwa indirect evidence tidak dikenal dalam hukum persaingan
usaha Indonesia tanpa didukung alat bukti yang lainnya yang sah (direct
evidence) sebagaimana yang telah diterapkan di Eropa sehingga menyebabkan
kekeliruan yang mengakibatkan putusan termohon (KPPU) menjadi kurang
pertimbangan dan melanggar prinsip due process of law. Disamping itu
Majelis Hakim bahwa berpendapat bahwa termohon tidak cukup kuat untuk
membuktikan adanya pelanggaran terhadap pasal 4, 5, 11 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 sehingga putusan yang telah dijatuhkan oleh termohon tidak dapat dipertahankan
lagi dan harus dibatalkan.
4.9 Analisa
Upaya Keberatan Pada Putusan Pengadilan Negeri No.
03/KPPU/2010/PN.JKT.PST.
Sebagaimana yang
telah disebutkan pada bab Pendahuluan, maka penulis akan melakukan analisa
terhadap Upaya Keberatan pada putusan Pengadilan Negeri Nomor
03/KPPU/2010/PN.JKT.PST, tanggal 4 Mei 2009.
Dalam putusan
Pengadilan Negeri Nomor 03/KPPU/2010/PN.JKT.PST terdapat 20 pemohon keberatan
yang sebelumnya telah dijelaskan.
Pengajuan
permohonan Upaya keberatan dalam hal ini telah sesuai dengan pengaturan pasal 2
ayat 1 Perma Nomor 3 Tahun 2005 karena permohonan tersebut diajukan pada
wilayah hukum pelaku usaha masing-masing.
Terhadap
pengajuan permohonan keberatan yang diajukan pada berbagai Pengadilan Negeri
yang berbeda-beda, Mahkamah Agung menggunakan kewenangannya menunjuk Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat sebagai pengadilan yang memeriksa dan memutus keberatan
yang diajukan oleh para pemohon keberatan. Penetapan tersebut diberikan oleh Mahkamah
Agung melalui Penetapan Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 13 Agustus 2010 Nomor
05/Pen/Pdt/2010.
KPPU membacakan
putusan dengan nomor 24/KPPU-I/2009 dalam persidangan yang dinyatakan terbuka
untuk umum pada tanggal 4 Mei 2010, namun petikan putusan KPPU tersebut telah
diterima oleh Pemohon Keberatan yang sebelumnya para pelaku usaha terlapor pada
tanggal yang berbeda sehingga para Pemohon Keberatan dalam perkara ini juga
mempunyai batas akhir pengajuan Upaya Hukum Keberatan pada tanggal yang
berbeda.
Pelaku Usaha
terlapor dalam mengajukan upaya ini memiliki batasan waktu 14 hari sejak
petikan putusan tersebut diterima oleh pelaku usaha terlapor. Dalam pasal 65
Peraturan KPPU nomor 1 tahun 2010 dinyatakan bahwa “Terlapor dapat mengajukan
keberatan terhadap putusan Komisi paling lama 14 (empat belas) hari sejak
diterimanya Petikan Putusan komisi berikut Salinan Putusan Komisi” dan juga
pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 44 ayat 2 yang menyatakan “Pelaku
usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut”.
Pemohon
Keberatan I, II, III, IV,V, XII, XIII, dan XVIII telah menerima petikan putusan
KPPU pada tanggal 9 Juni 2010, Pemohon Keberatan VI,VII,VIII, IX, X, XI pada
tanggal 10 Juni 2010, Pemohon Keberatan XVI, XVII, XIX pada tanggal 8 Juni
2010, dan Pemohon Keberatan XIV, XV, XX pada tanggal 15 Juni 2010. Dengan
demikian ke 20 Pemohon Keberatan tersebut mempunyai batas akhir tanggal pengajuan
upaya keberatan yang berbeda karena petikan putusan dari KPPU diterima pada
hari yang berbeda satu sama lain.
Dengan demikian,
permohonan keberatan atas putusan KPPU yang diajukan oleh para pelaku usaha
dalam kasus ini dapat diterima karena telah sesuai dengan pasal 65 Peraturan
KPPU Nomor 1 tahun 2010, pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999, dan
pasal 4 ayat 1 Perma Nomor 3 Tahun 2005 yang semua pengaturan tersebut mensyaratkan
bahwa permohonan keberatan atas putusan KPPU diajukan dalam tenggang waktu 14
hari setelah petikan putusan dari KPPU tersebut telah diterima oleh pelaku
usaha.
Jangka waktu
pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri dalam pengaturan Perma 3
Tahun 2005 ditentukan selama 30 hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan.
KPPU telah menyerahkan berkas kepada Pengadilan Negeri pada tanggal 9 Desember
2010. Sedangkan
pada tanggal 15 Desember 2010
Majelis Hakim menjatuhkan putusan sela yang memerintahkan KPPU untuk melakukan
pemeriksaan tambahan dalam waktu 30 hari, sehingga sisa waktu pemeriksaan keberatan
ditangguhkan. Setelah KPPU melaporkan hasil pemeriksaan tambahannya pada
tanggal 26 Januari 2011, pemeriksaan keberatan dilanjutkan sampai pada tanggal
23 Februari 2011 Majelis Hakim telah menjatuhkan putusan.
4.10 Analisa
Pemeriksaan Tambahan Pada Putusan Pengadilan Negeri
Nomor
03/KPPU/2010/PN.JKT.PST.
Dalam pengaturan
pasal 6 ayat 1 Perma 3 Tahun 2005 menyatakan sebagai berikut “Dalam hal Majelis
Hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka melalui putusan sela
memerintahkan kepada KPPU untuk dilakukan pemeriksaan tambahan”, dan dikaitkan dengan
pasal 6 ayat 2 Perma 3 Tahun 2005 yang menyatakan “Perintah sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 memuat hal-hal yang harus diperiksa dengan alasan-alasan
yang jelas dan jangka waktu pemeriksaan tambahan yang diperlukan. KPPU dalam
Perma 3 Tahun 2005 ditentukan sebagai salah satu pihak dalam upaya keberatan
ini. Walaupun demikian, Perma 3 Tahun 2005 tetap menunjuk KPPU sebagai pihak
yang melakukan pemeriksaan tambahan. Posisi KPPU yang kini bukan lagi sebagai
pemutus perkara sangatlah diragukan untuk melakukan pemeriksaan tambahan karena
KPPU disini pastinya mempunyai kepentingan agar putusan yang telah dijatuhkan
dapat dikuatkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri. Namun Perma 3 Tahun 2005
pun tidak memberikan ruang kepada pihak Majelis Hakim untuk melakukan pemeriksaan
tambahan sendiri atau hanya sekedar melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pemeriksaan tambahan.
Dalam perkara nomor 03/KPPU/2010/PN.JKT.PST,
majelis hakim memandang perlu untuk dilakukan pemeriksaan kembali dan
menjatuhkan putusan sela yang memerintahkan KPPU untuk melakukan pemeriksaan tambahan
yang pemeriksaan tersebut meliputi :
a.
Melakukan
pemeriksaan saksi, yakni Sdr. Sahat Sinaga mengenai hal-hal yang terjadi di
dalam pertemuan GIMNI tanggal 29 Februari 2008 dan operasi pasar minyak goreng
murah Pemerintah bersama GIMNI.
b.
Meminta
keterangan saksi, yaitu Kementrian Perdagangan mengenai hal-hal yang terjadi
dalam pertemuan tanggal 9 Februari 2009 dan keterkaitan dengan Program
MINYAKITA yang dilakukan oleh pemerintah.
c.
Meminta
keterangan ahli Prof. Erman Rajagukguk, S.H., LL.M., Ph.D selaku ahli dibidang
hukum persaingan usaha untuk memberikan pendapat mengenai penerapan indirect
evidence yang dipergunakan termohon dalam memutus perkara tersebut
dikaitkan dengan alat-alat bukti hukum persaingan usaha.
d.
Meminta
keterangan ahli Dr. Ir. Anton Hendranata, M.Si, selaku ahli analisis data
statistika dan model ekonometrika mengenai penggunaan CR4, HI-II, dan uji
homogenity of varians yang dilakukan oleh termohon, apakah telah sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu statistik dan ekonometrika
Didalam putusan
sela tersebut Majelis Hakim memberikan waktu kepada KPPU untuk menyelesaikan
pemeriksaan tersebut selama 30 hari kerja. Pemeriksaan tambahan yang
diperintahkan oleh Majelis Hakim melalui putusan sela dalam hal ini telah
sesuai dengan pengaturan pasal 6 Perma Nomor 3 Tahun 2005 karena dalam
memberikan perintah kepada KPPU untuk melakukan pemeriksaan tambahan, Majelis
hakim berpendapat bahwa pemeriksaan tersebut memang diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar