Nama : Hendah Lahyunita K
Kelas : 2EB08
NPM :
23211278
POSTING 9 : JURNAL ANTI MONOPOLI
UPAYA
KEBERATAN DAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN DI DALAM
PROSES
PENYELESAIAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN
PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK
SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN PERKARA KARTEL
MINYAK
GORENG NOMOR 3/KPPU/2010/PN.JKT.PST)
FIKRI
HAMADHANI
UNIVERSITAS
INDONESIA
2.3. Fungsi KPPU
Dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.
Definisi Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dijelaskan dalam pasal 1 butir 18 No. 5 tahun
1999 sebagai berikut :
“Komisi
Pengawas Persaingan Usaha adalah Komisi yang dibentuk untuk
mengawasi
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak
melakukan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”
KPPU mempunyai
wewenang yang meliputi menyusun peraturan pelaksanaan dan memeriksa berbagai
pihak yang diduga melanggar undang-undang nomor 5 tahun 1999 serta membuat
putusan yang bersifat mengikat dan menjatuhkan hukuman atau sanksi terhadap
para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap undangundang ini.Tugas
dan wewenang KPPU diatur dalam pasal 35 dan 36 Undang-undang nomor 5 tahun
1999. KPPU bertugas melakukan penilaian terhadap segala bentuk perjanjian
dan/atau bentuk usaha yang mengarah pada pelanggaran pasal-pasal pada pengaturan
undang-undang no. 5 tahun 1999. Disamping itu KPPU juga bertugas untuk
memberikan pertimbangan dan saran terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat baik dengan cara
diminta ataupun secara pro-aktif.
2.3.1
KPPU Bukan Satu-satunya Lembaga Yang Berwenang Menangani
Perkara
Persaingan Usaha.
KPPU juga diberikan
wewenang dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1999 untuk menjatuhkan putusan
terbukti atau tidaknya seorang pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang nomor 5 tahun 1999. Apabila para pihak baik KPPU ataupun pelaku
usaha pada tahap ini masih tidak puas dengan putusan pengadilan negeri maka
terhadap putusan pengadilan negeri disini dapat diajukan upaya hukum kasasi.
Tata cara pengajuan kasasi juga diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 1999.
Putusan Mahkamah Agung adalah putusan final dan tidak dapat diajukan upaya hukum
apapun. Sehingga para pihak wajib menjalankan putusan Mahkamah Agung ini.
2.3.2
Kewenangan KPPU
Berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 1999, KPPU dibentuk dengan
tujuan untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999, dan hal
tersebut kembali ditegaskan dalam pasal 30 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
yang menyatakan39
:
“Untuk megawasi
pelaksanaan undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang
selanjutnya disebut Komisi”.
Kewenangan KPPU
untuk menjatuhkan sanksi administratif ini dipertegas Dalam Pasal 47
Undang-Undang nomor 5 tahun 1999. Hal ini berarti bahwa KPPU dapat menetapkan
ganti rugi bagi pihak yang dirugikan dalam suatu kasus persaingan usaha. Namun
demikian, apabila KPPU tidak menetapkan atau memutuskan adanya suatu ganti rugi
maka berarti KPPU menilai hal tersebut tidak diperlukan.
Terhadap
permasalahan tersebut KPPU menjawab dengan menerbitkan Keputusan KPPU No.
252/KPPU/Kep/VII/2008 tentang Pedoman Pasal 47, berikut adalah mekanisme
perhitungan denda:
1.
Penentuan
Besaran Nilai Dasar
Besaran nilai
dasar akan dihitung melalui perhitungan nilai penjualan dan penentuan nilai
dasar denda.
2.
Penyesuaian
terhadap Besaran Nilai Denda.
Dalam menentukan
denda, KPPU akan mempertimbangkan hal-hal yang dapat memberatkan atau
meringankan besaran nilai dasar denda.
3.
Rentang
Besaran Denda
Jumlah akhir
dari besaran denda dalam keadaan apapun, tidak boleh melebihi Rp. 25 miliar.
4.
Kemampuan
untuk membayar.
KPPU bedasarkan
permintaan pihak terlapor dapat mempertimbang kemampuan membayar dari terlapor
pada konteks sosial dan ekonomi tertentu.
2.3.3
Tugas KPPU.
Atas dasar
kewenangan yang besar tersebut maka dalam hal ini KPPU mempunyai amanat tugas
yang meliputi:
1.
Melakukan
penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2.
Melakukan
penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
3.
Melakukan
penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
4.
Mengambil
tindakan sesuai dengan kewenangan Komisi.
5.
Memberikan
saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
praktek monopoli dan/atau persaingan usaha
6.
Menyusun
pedoman dan/ atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang nomor 5 tahun
1999.
7.
Memberikan
laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan dewan
perwakilan rakyat.
Melihat
kewenangan serta tugas KPPU tersebut, maka akan terlihat bahwa KPPU Indonesia
memiliki tugas yang hampir sama dengan “KPPU” yang ada di negara lain. KPPU
diberikan tugas yang sangat besar karena tugas tersebut meliputi kewenangan
eksekutif, yudikatif, legislatif, serta konsultatif.
Walaupun KPPU merupakan
suatu lembaga yang memiliki kewenangan sedemikian besar, serta melekat pada
suatu lembaga hukum, KPPU mempunyai kewajiban untuk menjunjung tinggi asas-asas
yang hidup dalam peradilan yakni:
1.
Asas
praduga tak bersalah (presumption of Innocence)
Asas
ini sangat dijunjung tinggi dalam hukum acara pidana dan harus dihormati oleh semua
penegak hukum, termasuk KPPU.
2.
Prinsip
kerahasiaan informasi
Keputusan
KPPU No. 06/KPPU/KEP/XI/2000 tentang kode etik dan mekanisme kerja KPPU (“Kode
Etik KPPU”). Pada bagian V butir 4 kode etik KPPU secara tegas dinyatakan bahwa
anggota KPPU secara tegas dinyatakan bahwa anggota KPPU dilarang untuk
memberikan berbagai informasi kepada publik yang dapat mempengaruhi keputusan komisi
atas suatu perkara yang sedang ditanganinya.
3.
Asas
Audi Et Alteram Partem.
Asas
Audi Et Alteram Partem merupakan asas yang wajib juga dijunjung tinggi oleh
semua penegak hukum dalam menjalankan kewenangannya. Karena pentingnya asas
ini, maka diatur tersendiri dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
kekuasaan kehakiman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar